Powered By Blogger

suka dengan blog q

Sabtu, 16 Mei 2009

pagi yang indah

Pagi Ini

Sepagi ini daun-daun kuyup oleh gerimis
Tertutup air rumputan itu
Tampak ilalang segar
Basah rumputan itu semalam kedinginan
Kini tinggal embun
Kabut-kabut putih diudara
Air menetes dari pucuk-pucuk


Go Kali, Masa Kanak-Kanak

Rawa-rawa di belasan tahun
“Ini syurga-syurga kami”
Mengejar-ngejar ikan
Ikan lari-berlarian
Kami tertawa riang

Bangau takjub menyaksikan polah kami
Tanpa jala dan pancing terus berlari
Berlari-lari di air keruh kembali
Lalu bengong sendiri
Menyaksikan bangau lebih pintar
Ini syurga kami
Syurga berenang dan bersenang-senang
Berlomba-lomba mengumpul kerang
Menertawakan ikan ketakutan
Meski pulang tanpa tangkapan
Senyum untuknya tlah kami tinggalkan
Biarkan ikan itu hanya milik syurga
Bersembunyi aman
Berdiam dikenangan…


Penyair

Wahai engkau yang fasih
Dilidahmu nestapa jadi syair
Tlah sempurna hidup kau buat puisi
Semua adalah irama rancak
Dihatimu selalu bernyanyi-nyanyi
Dimana cerita tentang kami!


Maafkan Aku Ikan

Oh ikan, tolong maafkan
Kutebar jaring diair dangkal
Dan kau tersangkut sendirian
Oh ikan, maaf kau takkan kulepaskan
Meski kau sendirian, perutku sedari pagi belum sarapan
Boleh kan kumakan!
Oh ikan, aku tahu di air keruh kau kesusahan
Mungkin ini pembebasan
Meski pergulatanmu demikian panjang
Biar kuakhiri segala penderitaan
Dan akan ada kelahiran
Janjiku padamu, bukan sembarang


Kupu-Kupu Pagi Ini

Kupu-kupu putih pagi ini
Hinggap dimelati
Mungkin kupu-kupu yang kemarin juga
Meski terbang kearah yang lain
Datang dari arah yang lain
Dan kupu-kupu kali ini
Mungkin kupu-kupu yang tadi
Dengan warna-warna baru
Membawa jiwa baru…


Kutangkap Kau

Hai angin!
Kau tlah ambil cintaku dan tak kunjung mengembalikan
Dimusim hujan kau dingin-dingin datang
Dimusim kemarau kau bawa kesejukan
Kali ini pohon basah angin!
Dimana kau?
Jejakmu makin tak kentara
Dimana kesetiaan tersimpan?
Dibawah hujan kau berbisik
Dirisik bambu…
Kutangkap kau!!!


Dunia Baru

Mari pejamkan mata pelan
Hirup nafas damai…
Sepuasnya
Dan buka mata perlahan
Dengan tatap berbinar
Rasakan dunia sungguh berbeda
Begitu indah…
Sentuhlah sinar-sinar lembut itu
Hati bermain dengan kupu-kupu
Pelangi itu jiwa dan kupu adalah roh bermain-main
Hinggap diwajah lelet dipipi
Coba lihat itu!…
Udara begitu putih
Wangi bunga semerbak warna-warni
Suara bergelombang
Tumbuhan bernafas
Lihatlah!…
Air bermain bersama kecipak ikan
Sungguh asyik…
Bumi tersenyum sepenuh hati
Kitapun ikut serta
Bersama dalam syurganya…


Kebun Syurga

Sebuah rumah terpencil tepi rawa
Bertetangga persawahan kecipak ikan
Berbatas tebing terjal pegunungan
Sepanjang mata terhampar keindahan
Disinilah ladang-ladang masih perawan
Ladang kebun penuh sayuran
Dipagari bunga yang ditanam
Tiap pagi istriku menyiram
Perhatikan kebun syurga kami
Istri selalu cantik menemani
Di buaian, bayi mungil belahan hati
Kesedihan segan datang lagi
Belum seribu usia kami
Tak hanya terpetik indah kecapi
Jauh nadi meresap wangi
Bermain ditelaga hujan mimpi
Tak puas mekar merasuk sanubari
Beranyam canda dilipat padi
Menitip benih untuk seribu tahun lagi
Dicerah jiwa-jiwa kami….


Awan-Mu

Betapa aku suka
Gumpalan awan-Mu itu tuhan
Terhampar lembut bak kapas halus beterbangan
Putihnya mensucikan tiap kepedihan
Tiap kutatap menggugurkan degup jantung
Seakan muncul di negri jauh diawan
Dan kini kutatap kau awan
Berharap tetap kau tawarkan kesejukan
Meski disini bising berlalu-lalang
Kau tetap disana, anggun dalam khayalan
Disela-sela bangunan, jauh di sepanjang jalan
Indah nian kau awan, setia selalu…

Awan, kau temanku bermesra meski penat aku dibumi
Cukup kutatap kau!
Meruntuhkan gundah-gulanaku
Dan sering pula kutitip pengaduan dikepak sayapmu, terbang kelangit
Lalu kau mulai ajak aku kembali tersenyum
Hingga aku begitu akrab denganmu
Kubasuh jiwaku dengan gumpalan teduhmu
Hingga hilang pedih nyeri hidupku
Dan tak lagi buram seperti dulu

Terus kutatap kau awan
Karna di ketinggianmu pula kutitip jiwaku…


Padang Kenangan

Padang ini semakin tampak luas saja
Luas dan datar
Disana dulu aku bermain layang-layang
Mengejar domba untuk digiring pulang
Ah, padang kenangan
Rumputmu makin subur saja
Berbunga dan tampak segar
Perbukitanmu tetap hijau
Sedang di langit, awanmu tetap tampak seperti kapas tak mau diam
Sama seperti dulu
Padahal sudah tujuh belas tahun sejak aku meninggalkanmu
Kau tetap setia menantiku….


Kelinci Manis
Hai kelinci manis
Kemarilah
Bermain-main denganku
Ku kejar-kejar kau dan kau berlari
“Kelinci manis dimana kau!”
Kucari di semak-semak
Dan kau berlari menuju sarang
Mengadu pada ibumu
Kau adukan segala kenakalanku
Dan ibumu memarahiku
Aku jadi gemas
Padahal aku cuma mau bermain-main denganmu
Bersenang-senang di halaman rumahmu….

Ini Kampungku

Ini kampungku
Sungguh indah dan menyenangkan seperti dulu
Sebagaimana rumahku yang gubug bambu
Masih saja tampak anggun di mataku
Sedang gadis-gadis yang banyak bermain disini
Entah kemana kini aku tak tahu
Apalagi aku bukan milikmu yang dulu

Disinilah setelah larut malam kita saksikan pijar menyala dari bukit
Tiap rumah bak bintang
Dan bintang di langit sendiri begitu bertaburan cemerlang
Disitulah tlah kutitip masa kecilku…


Keindahan Kampungku

Dikampungku ada sebuah gunung
Sungainya jernih mengalir dari bebatuan
Datanglah bersamaku teman
Akan kutunjukkan kepadamu segala keindahan
Puisi yang terhampar

Malam-malam kita mendaki gunung
Turun setelah sunyi malam
Kita saksikan bintang-bintang gemerlap bertaburan
Dan kunang-kunang bak lampu-lampu kecil beterbangan

Datanglah bersamaku teman, siapapun yang mau
Kita berenang ditelaga jernih pinggir hutan bambu
Akan kuberikan segala keindahan kampungku
Sebanyak yang kau mau
Sebab masih banyak lagi keindahan desaku…


Pagi yang Indah

Sepagi ini daun kuyup oleh embun
Malam tadi sungguh dingin menggigil
Siang panas kemarau
Basah rumputan itu kedingainan
Dan pula bukitku tampak buram
Di sepanjang mataku terhimpun daun-daun segar
Menetes air dari pucuk-pucuk
Menjadi kabut putih di udara
Menyejukkan bumi menyambut matahari
Ah... pagi yang indah…


Kutulis Puisi Diatas Bukit

Kudekap kabut mulai menis samar-samar serupa taman indah di awan
Yang bunganya hanya pernah tumbuh di khayalan
Awan-awan adalah gugusan pulau-pulau
Dan bunyinya tersembunyi di balik tabir musim
Sedang kita manusia
Menyatu dengan salju dingin diatas lumut

Diatas bukit berembun kususun bait-bait puisi
Kubacakan disana pada barisan pohon-pohon cemara
Kuceritakan tentang pagi berpelangi sungguh indah
Gunung-gunung yang begitu anggun megah
Dan pada wajahku sendiri
Pesona pagi ini tlah jauh terpatri…


Anak Gembala

Kutiup seruling kugembalakan ternak
Kugiring gembala jauh ke padang
Bergabung dengan kawanan domba teman penggembala

Kurangkul temanku di punggungku
Bermain-main di atas kerbau
Sebagaimana biasa untuknya kusingkap keakraban jendela hati
Kita siram kuncup-kuncup jiwa
Dan biasa bermain bermanja
Bersama-sama menatap indahnya perbukitan nun jauh disana….


Kupetik Syair Syurga

Meneguk mentari pagi ini
Kubaca syair-syair indah yang terpahat di pualam
Sajak indah abadi penghuni tepi sungai ini
Kupetik pelan kecapi
Kuperdengarkan merdu petikan dawai-dawai
Inilah syair syurga…
Kumainkan setinggi angan
Menghanyutkan suara-suara hingga bermuara ke tepi laut
Sedang hayalan ditumbuhi penuh daun hijau

Kucoba petik sekali lagi
Makin melambung aku, dada tumbuh bak hutan belantara
Dan terus kupetik keindahanya seindah mungkin
Hingga angan terbang jauh tinggi
Bermukim di pulau awan tak dikenali
Bersama bidadari tak terselami
Berjalan di susunan nada-nada tertinggi…


Cahaya senja

Angin semilir basah
Berbaris rapi menuju perbukitan
Menerbangkan daun-daun
Melintasi kebun membuahkan panen
Turut pula ia membawa serpih-serpih cahaya
Bak mutiara mendaki awan melintasi sabana
Hingga seluruh bukit tampak basah oleh rintik cahaya
Dan sudut lain langit membuka jendela-jendela
Matahari sejak tadi makin malu bersembunyi di balik gunung
Tercipta mega-mega merah
Dan cahaya senja ini, indaaah sekali…

Serasa bidadari berebut senyum pada sore hari ini
Kucium daun-daun cahaya yang jatuh
Dan kukecup pesonanya penuh lega
Betapa indahnya….


Mengapa Pelangi Selalu Menghiasi Hidupku

Mengapa pelangi selalu menghias hidupku
Kutanya-tanyakan itu
Mengapa kupu-kupu selalu menggoda mataku
Hinggap dipucuk kembang dihati
Siapa pula itu
Diduniaku penuh perbukitan
Meresap aku pada pemandangan nan sejuk

Sebagaimana kedamain saat ini
Dunia yang tak terjangkau mata
Aku berendam di tenangnya telaga
Kualirkan pada tiap mata kutemu
Kuhadiahkan seluruh kasih terindahku

Minggu, 03 Mei 2009

laut air mata

Kau yang tenggelam dalam laut air mata
Sedang aku matahari
Memanaskan laut. Berusaha membebaskan
Ingin kukeringkan laut air mata
Dan menjadikannya embun di pagi hari

Selalu tak mudah
Ada mendung yang kerap mengganggu
Menambah luas laut airmata
Kau semakin tenggelam
Laut air mata semakin menghanyutkan

Oo… angin datanglah
Berhembuslah…
Lepaskan jerat mendung yang menggelayut
Jadilah Ombak
Membucahlah… pecah seisi lautan

Tak ada lagi Laut air mata

menungumu

kutunggu kau diujung senja
waktu dimana biasanya kau pulang membawa cerita
tapi kau tak kunjung datang
kutunggu kau hingga malam
waktu dimana kau selalu kembali membawa lelah
tapi kau belum juga nampak
kutunggu kau hingga malam berada di ujungnya
waktu dimana kau membawa nafas yang tersengal
tapi kau belum hadir juga di sini
hingga diujung lelahku
kau datang
ingin istirahat katamu
baiklah kupergi
agar ku dapat menantikanmu besok

Aku ingin mencintaimu dengan sempurna.

aku ingin mencintaimu dengan sempura
seperti goresan tanda tangan sang pelukis mengakhiri karyanya.

aku ingin mencintaimu tiada lelah
seperti matahari menghangatkan pagi dan menerangi siang

aku ingin mencintaimu dengan keindahan
seperti rembulan dan bintang menghiasi gelapnya malam

aku ingin mencintaimu dengan keteduhan
seperti pohon beringin di tepi jalan perantauan

aku ingin mencintaimu dengan kepuasan
seperti oase di tengah padang gurun yang gesang

namun
selebihnya aku ingin mencintaimu dengan caraku sendiri

dengan senyumanku menatap keangkuhanmu

dengan pelukanku menenangkanmu

dengan tangisanku bersamamu

dengan segenap jiwaku

dengan segenap hidupku

supaya kau tahu
betapa bahagianya kau memiliku!

biarlah engkau pergi....namun jangan biarkan aku punah....

Aku ingin musim selatan

Dimana tiupan angin terasa lebih tenang...

Namun...

Saat ini musim barat

Dingin dan berangin....

Kini aku berjalan...seperti nada andante...

tak bisa lebih cepat dari moderato

dan tak bisa lebih pelan dari adagio....

ditengah padang ilalang.... di hiruk pikuknya burung peranjak sayap bergaris....

menatap langit-langit dan menengadah

uh...sedangkah aku terluka ataukah bahagia....?

kulihat auriga lebih seksama..

dilangit sebelah utara.... dikonstelasi berbentuk layangan...

dan ku cari dengan menelaah perlahan...

namun tak kutemui engkau....

karena engaku telah beranjak pergi...

biarlah engkau pergi...tak apalah engkau pergi,...

namun beranjak pergi pula dari pikiranku....

karena hingga saat ini paras wajahmu, tutur katamu, tingkah lakumu...seperti cymbal yang terus beradu berisik gaduh dalam tutupan genderang telingaku....

biarlah engkau pergi....

namun beranjak pergi pula dari pikiranku....

karena engkau menjadi penghukum atas diriku kembali kemasa antidiluvium...

biarlah pergi.....

namun jangan biarkan aku punah..............

merpati putih q

Merpati... engkau pergi, tinggalkan aku sendiri di sini,

Sendiri ku menanti, kembalinya merpati putihku...

Merpati terbang tinggi, menembus gelapnya awan kelabu,

Tak mampu ...tangan ini, meraih dirimu kembali lagi...

Walaupun sewindu lagi... ku akan menunggu kamu,

Disaat aku sendiri, kudendangkan lagu tentang rindu...

Ku petik dawai gitar, iringi kepakan sayapmu itu...

Semakin ku bernyanyi, semakin perih terasa di hati...

Seiring hembusan angin...ku salamkan rindu padamu,

Ku harap muncul pelangi...tuk tuntun dirimu kembali lagi...

Kembalilah kau merpatiku...padaku lagi,

Tah kapan kau kembali ...padaku lagi.

Selasa, 31 Maret 2009

sebuah tanya pada debu

Bercermin pada sebutir debu
Berharap tak ada celah lagi diwajahku
Berharap tak ada lagi sebuah pribahasa yang berlaku
Buruk muka cermin dibelah
Ah…sudah biasa

Wahai debu yang aku pungut
Yang menempel ditelapak kakiku
Kuambil dan kupakai kau untuk bercermin
Sebab kaca benggala sudah tak berguna lagi
Terlalu banyak membiaskan fakta dan tragedi
Wahai debu, tunjukkan padaku, rupa yang pasti
Agar tak ada lagi bias-bias yang menyelubungi

Wahai debu….
Darimanakah asalmu
Hingga kau bisa dipakai untuk bersuci
Apakah engkau lebih mulia dari intan dan emas?